Anekdot: Tilang, Kisah Kocak Dua Sahabat Sepulang Dari Pasar Burung

Sep 1, 2015

Pada suatu hari yang lumayan panas, dua orang berboncengan motor. Mereka bergegas pulang dari pasar burung.

Perjalanan Pulang dari Pasar Burung

Pada suatu hari Minggu yang lumayan panas di bulan September, tersebutlah dua orang pemuda yang sedang menaiki motor bebek tua keluaran tahun 2005. Namanya Ahmad dan Simu, dua sahabat karib sejak kecil yang memiliki hobi yang sama: memelihara burung.

Pagi itu, mereka berdua pergi ke pasar burung Pramuka untuk mencari burung perkutut jantan yang bagus. Setelah berkeliling selama hampir tiga jam dan tawar-menawar yang cukup alot dengan pedagang, akhirnya Simu berhasil mendapatkan seekor perkutut yang menurutnya istimewa.

Dalam perjalanan pulang, sambil menahan kandang burung yang tergantung di lengannya, mereka berbincang dengan antusias.

Ahmad: "Wah, bagus juga burung yang kamu beli ya, Sim! Suaranya merdu banget tadi waktu di toko."

Simu: "Iya, bro! Aku udah lama nyari yang seperti ini. Lihat aja bulu-bulunya yang mengkilap itu."

Ahmad: "Harganya berapa sih? Kayaknya mahal deh."

Simu: "Alhamdulillah masih terjangkau, cuma 100.000 rupiah aja. Untung nggak seperti toko online-nya si Firman yang kemahalan itu. Dia jual perkutut biasa aja sampai 150 ribu!"

Ahmad: "Wah syukurlah kalau begitu. Ini emang jenis perkutut lokal ya? Bukan yang import?"

Simu: "Iya, bro. Perkutut Jawa asli. Pedagangnya bilang ini keturunan juara lomba lho!"

Mereka terus mengobrol sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup. Simu yang membonceng di belakang sesekali memperhatikan burung perkututnya yang tampak tenang dalam kandang rotan kecil.

Operasi Zebra yang Tak Terduga

Tiba-tiba, di tikungan jalan menuju kompleks perumahan mereka, mereka melihat sekelompok polisi yang sedang melakukan operasi zebra di badan jalan. Ada sekitar lima orang polisi lengkap dengan rompi orange dan peralatan tilang. Beberapa pengendara motor lain sudah tampak berdiri di pinggir jalan sambil mengeluarkan dokumen-dokumen dari dompet mereka.

Ahmad yang sedang mengendarai motor langsung merasa deg-degan. Dia ingat kalau SIM-nya ketinggalan di rumah karena terburu-buru tadi pagi.

"Waduh, Sim... aku lupa bawa SIM nih," bisik Ahmad pelan kepada Simu.

"Santai aja, mungkin nggak apa-apa," jawab Simu sambil mencoba menenangkan, padahal dia sendiri juga mulai grogi.

Pak Polisi yang berlogat Batak dan bertubuh agak gemuk itu pun mengayunkan tangannya, memberikan isyarat kepada mereka untuk berhenti. Ahmad pun menepi dan mematikan mesin motornya.

"Selamat siang, brp," sapa Pak Polisi dengan ramah sambil mendekat.

Ahmad yang masih panik dan salah paham langsung menunjuk ke belakang, "Itu di belakang, Pak!"

Pak Polisi tampak bingung, "Apaan sih yang di belakang?"

Simu yang merasa harus membantu situasi langsung turun dari motor dan dengan senyum lebar berkata, "Perkenalkan nama saya Simu, Pak. S-I-M-U."

Pak Polisi semakin bingung dan menggaruk kepala, "Woi, bukan itu maksudku. SIM lah, Surat Izin Mengemudi! Mana SIM kamu?"

Ahmad yang akhirnya paham tapi sudah terlanjur gugup menjawab dengan jujur, "Oh maaf Pak, kalau SIM saya memang lupa bawa. Tadi pagi terburu-buru soalnya."

Pak Polisi menghela napas panjang, "Ya sudah kalau begitu, sekarang ku tilang kau!"

Salah Paham yang Makin Kocak

Mendengar kata "ku tilang", mata Simu langsung berbinar-binar. Dia pikir polisi itu tertarik dengan burung yang dia beli.

"Oh, ini bukan jenis burung kutilang, Pak!" kata Simu dengan semangat sambil mengangkat kandang burungnya. "Tapi jenis perkutut! Perkutut Jawa asli keturunan juara, lho Pak! Tadi belinya di pasar burung Pramuka. Suaranya merdu banget, mau dengar nggak Pak?"

Pak Polisi yang sudah mulai mengeluarkan kertas tilang dari tasnya berhenti sejenak dan menatap Simu dengan ekspresi tidak percaya.

"Haduh... anak muda jaman sekarang ada-ada aja," gumam Pak Polisi sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Bukan kutilang atau perkutut yang aku maksud! TILANG! T-I-L-A-N-G! Surat tilang pelanggaran lalu lintas!"

Ahmad dan Simu saling pandang dengan wajah memerah. Baru mereka sadar kalau dari tadi terjadi salah paham yang sangat kocak.

"Ohhh... tilang," kata Ahmad sambil menepuk jidat. "Kirain tadi Bapak nanya soal burung."

"Iya Pak, maaf. Kami kira Bapak hobi burung juga," tambah Simu sambil tertawa malu.

Epilog yang Mengharukan

Pak Polisi yang tadinya kesal malah ikut tersenyum melihat tingkah polos kedua pemuda itu. "Kalian ini lucu banget sih. Udah berapa lama main burung?"

"Dari SMP, Pak. Ini hobi kami berdua," jawab Ahmad.

"Wah, sama dong! Bapak juga punya perkutut di rumah. Tiga ekor malah," kata Pak Polisi dengan wajah yang mulai bersahabat. "Gimana kalau begini, SIM-nya dilengkapi besok ya. Sekarang Bapak kasih teguran dulu. Tapi hati-hati lain kali, jangan lupa bawa dokumen."

"Baik Pak, terima kasih banyak!" kata Ahmad dan Simu hampir bersamaan.

"Oh iya, burungnya boleh Bapak lihat sebentar?" tanya Pak Polisi dengan mata berbinar.

Simu dengan senang hati membuka kain penutup kandang. Perkututnya tampak tenang dan sesekali mengeluarkan suara khas yang merdu.

"Wah, bagus banget! Bulu-bulunya mengkilap. Pasti mahal nih," puji Pak Polisi.

"Cuma seratus ribu aja, Pak. Kalau Bapak mau, saya bisa kasih kontak pedagangnya," tawar Simu.

Setelah berbincang sejenak tentang tips merawat burung perkutut, akhirnya Pak Polisi mempersilakan mereka pergi dengan pesan agar lebih hati-hati di jalan dan jangan lupa membawa dokumen lengkap.

Pelajaran Berharga

Dalam perjalanan pulang, Ahmad dan Simu tidak berhenti tertawa mengingat kejadian tadi.

"Gila, tadi aku beneran kira dia nanya nama kamu pas bilang SIM," kata Ahmad sambil terkekeh.

"Iya, dan aku juga beneran kira dia tertarik sama burung pas bilang ku tilang," jawab Simu sambil memeluk kandang burungnya. "Untung Pak Polisinya baik hati dan ternyata sesama pecinta burung."

"Bener banget. Ini pelajaran buat kita, komunikasi yang baik itu penting banget," kata Ahmad sambil memacu motornya pelan-pelan.

"Dan yang paling penting, jangan lupa bawa SIM!" tambah Simu sambil tertawa.

Mereka pun sampai di rumah dengan selamat, membawa burung perkutut baru dan pengalaman kocak yang akan mereka ceritakan kepada teman-teman selama bertahun-tahun ke depan.


Sumber cerita: Dari bapak saya, diceritakan kembali oleh saya sebagai tugas Bahasa Indonesia kelas X tentang Anekdot. Dimuat di blog pertama kali September 2015, dikembangkan ulang Juli 2025.

Tags:anekdotcerita-lucubahasa-indonesiahumorkomunikasi
Rezky Yayang (@rezkyyayang)